Dinda adalah seorang siswi SMA yang aktif di media sosial. Ia memiliki banyak teman di Instagram, dan sering membagikan foto dan kisah-kisah hidupnya. Suatu hari, ia memposting foto dirinya di sebuah acara sekolah dengan senyuman lebar, mengenakan gaun baru yang ia beli dengan uang hasil tabungannya. Namun, beberapa jam setelah itu, ia melihat beberapa komentar yang sangat menyakitkan. Ada yang mengatakan bahwa gaunnya jelek, ada juga yang menyebutkan bahwa senyumnya dibuat-buat, bahkan ada yang mengatakan Dinda terlihat aneh dan tidak pantas memakai gaun itu.
Awalnya, Dinda mencoba mengabaikan komentar-komentar tersebut, namun semakin lama, komentar-komentar itu semakin keras dan menyakitkan. Ada akun anonim yang mulai menyebarkan rumor palsu tentang dirinya, mengatakan bahwa Dinda adalah orang yang sombong dan suka pamer. Beberapa temannya juga mulai menjauhinya, mungkin karena takut ikut dibuli atau terpengaruh dengan komentar-komentar itu.
Dinda merasa sangat kesepian dan tertekan. Ia mulai merasa tidak percaya diri dan cemas setiap kali membuka media sosial. Hal ini mulai memengaruhi kehidupan sehari-harinya; ia merasa tidak nyaman di sekolah dan bahkan tidak ingin lagi bertemu dengan teman-temannya. Dinda merasa dunia maya telah merusak citranya dan kebahagiaannya.
Namun, Dinda tidak menyerah. Ia mulai berbicara dengan orang tuanya dan guru di sekolah. Mereka mendukungnya untuk melaporkan kejadian ini ke pihak berwenang dan untuk berbicara dengan teman-teman yang benar-benar peduli padanya. Secara bertahap, Dinda mulai membangun kembali rasa percaya dirinya. Ia belajar bahwa dunia maya bukanlah tempat yang bisa menentukan siapa dirinya sebenarnya, dan bahwa perundungan, baik secara fisik maupun maya, tidaklah dapat diterima.
Cerita Dinda mengingatkan kita akan dampak negatif dari cyberbullying dan pentingnya untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Selain itu, juga penting untuk saling mendukung dan menjaga teman-teman kita yang mungkin sedang mengalami hal serupa.