Peran seorang da’i, penyampai risalah agama, senantiasa berevolusi seiring dengan perkembangan zaman. Di era digital ini, medan dakwah telah meluas secara signifikan, tidak lagi terbatas pada mimbar masjid atau majelis taklim, melainkan merambah ke ruang siber yang tak mengenal batas geografis. Untuk tetap relevan dan efektif dalam menyampaikan kebaikan, seorang da’i di era digital membutuhkan […]

Peran seorang da’i, penyampai risalah agama, senantiasa berevolusi seiring dengan perkembangan zaman. Di era digital ini, medan dakwah telah meluas secara signifikan, tidak lagi terbatas pada mimbar masjid atau majelis taklim, melainkan merambah ke ruang siber yang tak mengenal batas geografis. Untuk tetap relevan dan efektif dalam menyampaikan kebaikan, seorang da’i di era digital membutuhkan bekal dan serangkaian kompetensi yang komprehensif, jauh melampaui sekadar kemampuan berpidato di hadapan jemaah.

Bekal Utama: Fondasi Ilmu Agama yang Kokoh dan Kontekstual
Fondasi utama yang tidak bisa ditawar adalah ilmu agama yang mendalam dan kokoh. Seorang da’i harus menguasai secara menyeluruh prinsip-prinsip dasar Islam, termasuk Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama, memahami Fiqh (hukum Islam), Akidah (keyakinan), serta seluk-beluk akhlak dan etika Islam. Namun, pemahaman ini tidak boleh statis; ia harus kontekstual, artinya da’i perlu mampu memahami dan menguraikan ajaran Islam sesuai dengan realitas, tantangan, dan kebutuhan masyarakat digital yang terus berubah. Ini berarti da’i harus mampu menyajikan syariat yang relevan dengan isu-isu kontemporer, seperti etika berinternet, masalah privasi data online, fenomena disinformasi atau hoax, hingga bagaimana Islam memandang kecerdasan buatan. Kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama dalam konteks modern menjadi krusial agar pesan dakwah tidak terasa usang atau jauh dari kehidupan audiens digital.

Kompetensi Digital: Menguasai Medan Perang Informasi
Era digital secara inheren menuntut da’i untuk menjadi melek digital sejati. Kompetensi ini mencakup beberapa aspek penting. Pertama, penguasaan platform media sosial yang beragam; da’i harus familiar dengan karakteristik dan audiens dari masing-masing platform populer seperti Instagram, YouTube, TikTok, Facebook, atau X (dahulu Twitter). Memahami algoritma dasar dan cara kerja tiap platform akan sangat membantu dalam menjangkau audiens yang tepat. Kedua, kemampuan produksi konten yang menarik dan edukatif. Baik itu video pendek yang engaging, infografis yang informatif, tulisan blog yang mendalam, podcast yang bisa didengarkan kapan saja, atau siaran langsung yang interaktif, da’i perlu menguasai teknik dasar produksi konten yang profesional dan mudah dicerna. Hal ini juga meliputi kemampuan editing sederhana, penggunaan software pendukung, dan pemilihan visual yang menarik. Ketiga, pemahaman dasar tentang keamanan siber; di tengah maraknya kasus peretasan dan penipuan online, da’i harus tahu bagaimana melindungi data pribadi dan akun-akun digital mereka dari ancaman. Terakhir, pemanfaatan data dan analitik; memahami bagaimana konten dakwah diterima, seberapa jauh jangkauannya, dan demografi audiens dapat sangat dibantu dengan menganalisis data yang disediakan oleh platform, memungkinkan da’i untuk menyempurnakan strategi dakwahnya.

Keterampilan Komunikasi dan Kreativitas: Menarik Perhatian di Tengah Kebisingan
Di tengah kebisingan informasi di ruang digital, komunikasi yang efektif dan kreatif menjadi kunci. Dakwah di era digital bukan lagi komunikasi satu arah; ia menuntut interaksi dan dialog. Oleh karena itu, da’i harus memiliki kemampuan komunikasi persuasif yang tinggi, mampu menyampaikan pesan dengan bahasa yang lugas, mudah dipahami, dan mampu menyentuh hati berbagai kalangan, khususnya generasi muda yang akrab dengan gaya bahasa internet. Kreativitas dalam penyampaian pesan adalah keharusan agar dakwah tidak terasa monoton atau membosankan. Ini bisa berarti penggunaan cerita yang inspiratif, analogi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, humor yang sesuai, atau visual yang estetis dan informatif. Lebih dari itu, da’i juga harus memiliki kemampuan membangun narasi positif; di tengah banjir informasi yang terkadang mengandung hoax dan polarisasi, da’i diharapkan mampu menghadirkan narasi Islam yang moderat, toleran, inklusif, dan mencerahkan, yang mampu meredam ekstremisme dan menyebarkan kedamaian.

Manajemen Komunitas dan Adaptasi: Berinteraksi dan Berkembang
Ruang digital membuka peluang interaksi yang jauh lebih luas antara da’i dan audiensnya. Karenanya, da’i perlu memiliki keterampilan manajemen komunitas dan daya adaptasi yang tinggi. Ini berarti da’i harus mampu memoderasi dan mengelola interaksi yang muncul di platform digital, baik itu komentar, pertanyaan, atau diskusi, dengan bijak, santun, dan profesional. Empati dan daya tanggap juga sangat penting; da’i harus peka terhadap permasalahan dan kebutuhan audiens, serta mampu memberikan respons yang relevan, menenangkan, dan memberikan solusi yang Islami. Yang tak kalah penting adalah kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat di dunia digital. Algoritma baru, platform baru, tren baru, dan bahkan cara berkomunikasi yang berubah terus-menerus. Seorang da’i harus senantiasa siap belajar hal baru, mengikuti perkembangan tren, dan menyesuaikan strategi dakwahnya agar pesan yang disampaikan selalu relevan dan mencapai audiens secara optimal.

Integritas dan Teladan Digital: Menjaga Kredibilitas di Dunia Maya
Di dunia maya, jejak digital seseorang sangat mudah terlacak dan abadi. Oleh karena itu, integritas dan keteladanan digital adalah aspek yang sangat krusial bagi seorang da’i. Da’i harus menjaga integritas diri dengan konsisten antara apa yang disampaikan dalam dakwahnya dengan perilaku sehari-hari, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Perkataan dan perbuatan harus selaras agar kredibilitas tidak diragukan. Selain itu, da’i juga harus menjadi teladan digital; menggunakan media sosial secara positif, menghindari ujaran kebencian, penyebaran hoax, atau terlibat dalam konten negatif lainnya. Mereka harus mampu menunjukkan akhlak mulia dalam setiap interaksi online, menciptakan lingkungan digital yang positif dan menginspirasi.

Era digital ini adalah ladang dakwah yang luas, menantang, namun juga penuh potensi. Dengan bekal ilmu agama yang kuat, kompetensi digital yang mumpuni, serta akhlak yang mulia dan integritas yang terjaga, seorang da’i dapat menjadi lentera di tengah kegelapan informasi, membawa pesan kebaikan, membimbing umat menuju jalan yang diridai Allah SWT, dan berkontribusi membangun peradaban digital yang Islami dan berakhlak mulia.

Mirza Kamaluddin

  • mirzakamaluddin2@gmail.com
  • mirzz.z
  • Mirza Kamaluddin